Copas dari status facebook saya hari ini, Idul Adha 2015. Walaupun saya dan keluarga sudah melaksanakan sholat Ied kemarin, tapi tidak ada perbedaan bagi kami untuk memahami makna Idul Adha, masalah perbedaan waktu sudah ada yang bertanggung jawab yaitu para pemimpin, dan kita sebagai umat muslim hanya saling toleransi, menghargai dan lebih memaknai arti hari raya ini.
"Menyaksikan hewan qurban disembelih, terutama sapi, rasanya tidak tega melihat sapi diikat sana sini dari kepala sampai kakinya agar tenang, badannya yang besar berkali2 berontak jatuh ke lubang, kemudian dibanting ditempatkan di lubang penyembelihan, menyaksikan suara nafas terakhirnya yang keras dan kemudian pasrah diiringi indahnya suara takbir...
Terbayang perjuangan berat Nabi Ibrahim saat itu betapa pengorbanannya sugguh luar biasa, ketaatannya pada Allah sangat amat luar biasa, hingga kemudian Allah mengganti Nabi Ismail putranya yang disembelih dengan hewan qurban... Masha Allah...
Semoga kita bisa mengambil pelajaran berharga dari perjuangan Nabi kita, berqurban dengan ikhlas hanya KARENA ALLAH, semoga kita dimampukan untuk bisa berqurban berbagi rizki berkah dengan yang lebih membutuhkan... Selamat Hari Raya Idul Adha1436 H".
Tulisan berikut ini saya adaptasi dari buku khutbah Sholat Idul Adha 1436 H di alun2 Kab. Temanggung pada tanggal 23 September 2015 oleh Ust. H. Lanang Mudadi, S.Pd.I (Ketua majlis Tabligh PDM Temanggung), dengan judul:
Meneladani Qurban, Menciptakan Generasi Harapan
Bismillah... semoga bermanfaat :)
Segala puji dan syukur kepada AAllah SWT dzat yang Maha Adil dan Bijaksana yang telah mengganti segala macam perayaan dengan Iedul Fitri dan Iedul Adha, perayaan dua hari raya ini merupakan syiar Islam yang mulia untuk menggantikan berbagai macam perayaan yang bathil dan menyimpang.
Dahulu ketika Rasulullah datang dengan membawa syariat Islam keadaan manusia masih disibukkan dengan berbagai macam perayaan, yang berisi penyembahan terhadap berhala, kesyirikan, pemubadziran, penistaan manusia, dan kebathilan lainnya. Ketika itulah Islam datang membawa perubahan.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, kembali hari ini manusia disibukkan dengan berbagai perayaan yang mubadzir bahkan syirik. Ada perayaan sedekah laut 'nglarung', sedekah gunung, sedekah bumi, ruwatan, malam 1 suro, perayaan valentine, perayaan hari kelahiran dan bahkan hari kematian pun dilaksanakan, dan masih banyak lagi.
Persyariatan perayaan hari raya Idul Adha bukan hanya wahana untuk meneladani Nabi Ibrahim AS semata, melaksanakan ibadah sholat Ied, penyembelihan hewan qurban dan pentasharufannya, namun juga merupakan syariat bahwa setiap muslim harus berusaha mengganti dan meninggalkan segala macam bentuk perayaan yang tidak diajarkan oleh Allah SWT yang disertai dengan segala pahala, makna, hikmah dan nilai2 yang menyertainya.
Hari Raya Iedul Adha mengingatkan kepada kita suatu peristiwa bersejarah tentang sosok manusia agung, Ibrahim AS yang bukan terjadi kebetulan begitu saja namun itu adalah peristiwa yang sudah didesain, diatur dan direncanakan oleh Allah SWT agar kita bisa mengambil pelajaran, contoh rangkaian peristiwa yang ada di dalamnya, pengorbanan yang luar biasa sejak masa muda hingga masa senja beliau dimana seluruh perintah Allah SWT dilaksanakan dengan ikhlas dalam rangka mengharap ridhoNya.
Nabi Ibrahim AS di awal dakwahnya yang sendirian tetap istiqomah hinngga Allah SWT mengkaruniakan seorang putra tercinta Ismail AS yang beliau harapkan bisa menjadi teman dan kader dalam dakwah, namun Allah kembali menguji beliau dengan memerintahkan putra tercinta Nabi Ismail AS untuk disembelih.
Maka hari bersejarah itu kita renungkan dan kita hayati yaitu dengan meneladani Qurban yang semestinya jauh lebih ringan karena bukan pengorbanan nyawa yang harus kita persembahkan namun dengan sebagian harta saja yang kita punya sebagai usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Ada beberapa pelajaran penting yang bisa kita ambil dari sosok Nabi Ibrahim AS:
Pertama, beliau adalah pemuda yang kritis, tidak taklid, tidak mudah luntur dan terbawa arus lingkungan dalam mencari, memegang dan menegakkan kebenaran, dan mampu dengan cerdas membedakan antara yang haq dan yang bathil, atau benar dan salah.
Hal ini terbukti tatkala Ibrahim mencari Tuhan. Tatkala ia melihat bintang maka ia anggap bintang adalah tuhan, namun tatkala bintang tenggelam iapun menjadi ragu, lalu ia melihat bulan, dan takjub, lalu meyakini bahwa bulanlah tuhannya, namun tatkala bulan kembali tenggelam maka iapun kecewa. Lalu ia lihat yang lebih besar yaitu matahari, namun mataharipun tenggelam dan iapun semakin yakin bahwa tuhan dzat yang maha esa, kekal, dan ghoib kita tidak mampu untuk melihatNya. Ketika beliau melihat betapa bapak dan kaumnya dalam kesesatan menyembah berhala, beliau telah berusaha mengingatkan mereka, namun mmereka tetap berpegang teguh pada ajaran nenek moyangnya padahal sudah nyata kesesatan ajaran mereka.
Hari ini orang mudah sekali sesat karea melihat sesuatu yang menakjubkan. Orang bisa murtad, mengaku nabi, malaikat bahkan tuhan hanya karena menerima wangsit dan bisikan2 ghoib atau bahkan hanya sekedar mimpi. Na'udzubillah tsumma na'udzubillah...
Alangkah hinanya jika Allah telah mencabut Iman dan akal pada diri seseorang...
Kedua, Nabi Ibrahim mempunyai semangat dan tekad yang kuat dan teguh dalam membela kebenaran. Hal ini terbukti ketika kaumnya tetap saja menyembah berhala, maka denga tekad yang kuat pantang menyerah tanpa rasa takut sedikitpun beliau menghancurkan berhala2 agar menjadi pelajaran bahwa tuhan2 yang mereka sembah tidak mampu menolong dirinya sendiri apalagi menolong orang2 yang menyembahnya.
Ketiga, berani menampakkan kebenaran dan bangga berada di atas kebenaran tersebut. Beliau bukan hanya berjuang sendirian pada masa awal kenabiannya namun juga menghadapi seorang penguasa otoriter, diktator, dzalim, sombong bahkan mengaku tuhan. Namun hal itu tidak menciutkan nyali beliau bahkan dengan gagah berani beliau tantang raja Namrud untuk Iqomatul hujjah, beradu argumentasi dan dalil. Namun sang raja curang setelah ia kalah berdebat maka Ibrahim dibakar hidup2, namun dengan seizin Allah apipun justru menyejukkan beliau.
Keempat, sanggup, tabah dan sabar serta istiqomah dalam menghadapi resiko perjuangan. Saat beliau harus berhadapan dengan raja Namrud, dibakar hidup2, disuruh meninggalkan anak dan istrinya di sebuah ladang tandus dan tanpa tumbuhan di Mekkah bahkan disuruh menyembelih sang anak tercinta Ismail AS. Semua itu beliau lakukan dengan ikhlas, sabar dan ridho. Karena itu adalah perintah Allah dimana dalam salah satu ayat Al Qur'an disebutkan bahwa sikap seorang mukmin jika diajak untuk melaksanakan perintah Allah maka tiada kata lain kecuali mengucapkan sami'na wa atho'na yaitu kami dengar dan kami taat.
Demikianlah Nabi Ibrahim membuktikan kemusliman beliau dengan mentaati, melaksanakan, menjalankan dan menegakkan semua syariat Allah tanpa pilih2.
Bebeda dengan apa yang terjadi sekrang, karena ternyata tidak semua yang mengaku Islam mau menerima Islam secara sempurna apalagi melaksanakannya.
Comments
Post a Comment