Entah akan saya mulai darimana tulisan ini, beberapa patah kata yang mengalir menjadi uneg-uneg mengenai sistem pendidikan di negara ini. Pun begitu, tak akan kehilangan harapan meski berkali-kali berganti menteri pendidikan, berganti sistem pendidikan dan segala kebijakannya...
Stay on track!!
Tidak akan membahas berbagai kebijakan yang ada, karena akan rumit mehamaminya, satu hal yang saya berusaha yakinkan pada diri sendiri adalah semua kebijakan diambil untuk kebaikan dan sudah melalui berbagai tahap proses penelitian sehingga menjadi sebuah kebijakan yang dapat diterapkan, meski kadang seperti 'trial and error'...
Sampai pada suatu titik trending di sebuah sosial media, dan ironisnya mereka yang ramai sebagian besar adalah para pendidik (guru dan orang tua) yang beradu pendapat mengenai sebuah kebijakan sistem pendidikan yang cukup signifikan menjadi "titik perubahan" saat ini... Banyak candaan yang menyentil kebijakan itu misalnya, "Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China, tapi sayangnya tidak bisa lagi karena kena zonasi"... dan berbagai guyonan yang menurut saya menjadi 'latah' saja tidak menggunakan cara berpikir yang jernih, bahkan emosional untuk kepentingan pribadi saja...
Sebagai seorang guru, saya tidak akan mengatakan bahwa kebijakan itu bla bla bla... Tentu saja saya belum dapat menilai bagaimana kebijakan itu, apakah tepat atau tidak untuk diterapkan karena hal itu tentu saja membutuhkan proses yang tidak sebentar. Saya hanya berusaha ada di sisi positif, melihat sesuatu dari sisi positif, perspektif yang berbeda, dan saya suka perubahan, positif pastinya...
Salah seorang guru mengeluh dan berharap semoga berita mengenai penambahan kuota siswa berprestasi menjadi 20% dari 5% untuk penerimaan peserta didik baru itu bukan berita 'hoax'.
Beberapa guru lainnya mengomentari dengan berbagai tanggapan yang pro dan kontra, dengan berbagai alasan yang mereka paparkan, diantaranya "Sistem zonasi akan membuat siswa-siswa kita menjadi kehilangan semangat belajar untuk meraih sekolah yang mereka cita-citakan, karena di dekat rumah tinggal mereka tidak ada sekolah yang 'favorit', yang bergengsi, tetapi mereka harus mau menerima kenyataan harus belajar di sekolah yang ada di dekat rumah mereka, sesuai Kartu Keluarga mereka". Ini merupakan pendapat sebagian besar masyarakat.
Bahkan polemik yang terjadi malah tidak sedikit orang tua yang memindahkan Kartu Keluarga si anak dengan 'menitipkan' entah ke saudara atau orang tua yang berada di kota, agar dapat mendaftarkan anak-anak mereka ke sekolah "favorit"... Bukankah ini menunjukkan ketidaksiapan mental masyarakat terhadap perubahan?
Pendapat yang lainnya mengatakan, "Sudahlah kita semuanya menjadi guru kan bukan untuk mencari siswa yang bagus, tetapi membuat siswa 'menjadi bagus' (prestasi dan akhlaqnya), jadi mari kita berusaha memberikan yang terbaik, berusaha secara kreatif, inovatif dan inspiratif."
Sekarang, berada pada sisi yang manakah Anda?
Lalu topik pembicaraan bergeser pada tantangan mengajar, kalau kita mengajar anak-anak yang 'sudah bagus' prestasinya sejak awal tentu saja lebih mudah dan menghasilkan prestasi bagus di akhir kelulusan juga akan lebih mudah, menjadi sekolah favorit sepanjang masa itu mudah seperti yang terjadi selama ini... Sebuah pembelaan dituturkan oleh si guru yang mengajar di sekolah favorit, bahwa beliau juga pernah merasakan mengajar di sekolah pinggiran, dan menurut beliau lebih santai tidak banyak tuntutan, beban, jam ke nol, dll. seperti di sekolah favorit.
Hmmm...
What do you think, now?
What's the objective of education, truly?
Was it about 'score'?
Was it about 'prestige'?
or is it about better young generations?
a better future?
Ya Allah...
Kembali lagi mengenai SISTEM PENDIDIKAN.
Suatu sistem yang ruwet dan apa yang terjadi di negara kita selama ini, akarnya sebenarnya berujung pada sistem pendidikan kita. Kalau kita mau negara ini berubah, maka kita harus berani menerima perubahan...
Apanya yang diubah??
Kalau kita mau berpikir, apa yang dikeluhkan seorang guru di sekolah favorit yang tadi saya tulis di atas, tidak akan menjadi keluhan yang berarti seandainya sistem zonasi diterapkan. Bagaimana tidak, semua sekolah memiliki start yang sama, bagaimana mereka kemudian berproses (untuk memintarkan anak secara pengetahuan, sikap dan keterampilan) dan meluluskan siswa dengan baik (bukan hanya dari sisi pengetahuan saja seperti hasil UN, tapi juga sikap dan keterampilan).
Perbedaan yang sesungguhnya akan terlihat seiring dengan sistem yang mereka terapkan di sekolah, bukan berlomba-lomba mengenai pencapaian score UN, tapi berlomba menghasilkan lulusan yang kompeten dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan. Pemerintah akan menyamaratakan kualitas sekolah, memberikan hak yang sama kepada semua siswa untuk mendapatkan ilmu. Tidak akan ada lagi sekolah favorit.
Penelusuran alumni, itu juga dapat menjadi salah satu indikator keberhasilan sebuah institusi pendidikan melahirkan alumni yang sukses. Jadi Ujian Nasional yang selama ini menjadi 'prestige', yang karena sistem zonasi saat ini menjadi sudah tidak begitu berpengaruh, tidak akan lagi menjadi 'beban' baik untuk siswa maupun guru, yang selama ini ditargetkan meraih hasil UN yang lebih baik dan peringkat yang bagus dari tahun ke tahun dengan menerapkan berbagai "program sukses UN" yang pada dasarnya malah justru sangat membebani siswa dan guru, karena harus mengulas materi yang sudah diajarkan 3 tahun dalam hanya 6 bulan saja dan 'melukai' hakikat pendidikan yang sesungguhnya...
Ingat apa yang tertulis di Al Qur'an,
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka” (TQS. Ar-Ra’d [13]: 11).
Maka, apa yang sedang pemerintah usahakan adalah perubahan. Mengenai arah perubahan itu ke sisi negatif atau positif, pasti segala sesuatu kebijakan ada sisi negatif dan positifnya, tinggal bagaimana kita menyikapinya. Mau menyikapi dengan emosi, silakan, mau menyikapi dengan bijak itu lebih baik. Mau protes silakan, mau diam saja tidak akan memberikan perubahan.
Seorang guru adalah agen perubahan.
Apa yang saya lakukan ini merupakan wujud saya tidak bisa tinggal diam saja meski hanya melalui tulisan. Saya mempunyai harapan besar bangsa ini akan berubah, menjadi bangsa yang besar, maju, damai adil makmur sejahtera...
Maka kita harus berubah dimulai dengan mindset diri kita sendiri dulu, mari kita lakukan perubahan meski kecil, dimulai dari pola pikir kita sendiri. Kita tidak akan mampu mengubah dunia, tanpa mengubah diri kita sendiri. Pola pikir positif yang harus kita terapkan, menanggapi segala sesuatu yang terjadi dengan pikiran positif, menebar aura positif bukan memprovokasi.
Mengenai sistem zonasi ini, memang di awal banyak sekali yang merasa menjadi 'korban' dengan merasakan ketidaknyamanan (pada diri sendiri), mengapa kita tidak mencoba untuk memikirkan orang banyak, daripada hanya memikirkan pengaruhnya pada diri sendiri? Misalnya, pemikiran dengan sistem zonasi saya jadi kehilangan harapan bersekolah di tempat favorit itu, kita ganti dengan pemikiran alhamdulillah saya jadi lebih nyaman berangkat sekolah tidak jauh dari rumah, tidak perlu naik angkot apalagi minta kendaraan ke orang tua, yang mungkin belum mampu apalagi saya belum berhak mendapatkan SIM. Saya jadi bisa berhemat, bisa menabung untuk masa depan saya, melanjutkan sekolah tinggi di tempat yang saya cita-citakan kelak...
Dan pengaruhnya bagi orang banyak, salah satunya dengan mendekatkan jarak rumah dengan sekolah tentunya akan mengurangi kepadatan lalu lintas di pagi hari. Angka kecelakaan lalu lintas yang terjadi di kalangan pelajar akhir-akhir ini sangat mengerikan... Karena kelalaian orang tua yang mengizinkan putra putrinya (entah karena kesibukan mereka mencari nafkah atau berbagai alasan lainnya), karena bagaimanapun juga remaja dibawah 17 tahun belum layak mempunyai SIM. Mengapa? karena memang secara psikologis mereka belum mampu mengendalikan emosi dan cara berpikir mereka masih belum matang.
Sangat disayangkan sekali, anak yang seharusnya masih panjang perjalanan hidupnya, hanya berakhir di jalan karena kecerobohan dalam berlalu lintas. Memang usia sudah menjadi takdir, sudah ditetapkan olehNya, tetapi setidaknya sebelum usia itu selesai, kita harus memanfaatkan usia yang masih kita nikmati ini dengan baik, melakukan hal terbaik yang kita bisa, dan tidak membahayakan orang lain...
Masih banyak hal lainnya yang menjadi dampak positif kebijakan zonasi, yang akan kita temukan seiring berjalannya waktu. Mari kita sambut perubahan ini dengan pikiran terbuka dan positif, tidak skeptis terhadap perubahan asalkan positif, apalagi hanya karena sisi emosional pribadi...
Ayo Bapak Ibu guru, orang tua siswa semuanya... Motivasi siswa dan anak-anak kita tercinta, bahwa semua sekolah adalah surga, tidak ada neraka lagi, semuanya peduli terhadap anak-anak kita, mereka adalah butiran emas, diamond in the rough...
It's hard in the beginning,
It's messy in the middle,
but it will be gorgeous at the end...
So let's make a change!
Let's do our best to change our life...
Bismillah...
Menurut saya sitem zonasi yang diadakan pemerintah tidaklah salah dalam segi prinsip,narasi dan tujuannya tetapi menurut saya sistem zonasi saat ini belum tepat dalam masalah waktu, karena masih ada sekolah yang dalam tanda kutip adalah "sekolah unggulan". Kapan waktu yang tepat? Menurut saya waktu yang tepat dalam menggalakkan sistem zonasi ketika sekolah" yang ada memiliki level yang sama/sejajar. Misalnya sekolah A memiliki guru" dengan kualitas yang baik sedangkan sekolah B memiliki guru" dengan kualitas cukup baik hal seperti ini yang harusnya ditangani terlebih dahulu oleh pemerintah baik dalam hal sarana prasarana, ekstrakulikuler dan masih banyak lagi. Apabila faktor" tsb sudah diatasi dan tidak ada "sekolah unggulan" lagi barulah sistem zonasi boleh diterapkan dalam sistem pendidikan Indonesia.
ReplyDeleteMemang benar, semuanya harus dilakukan bertahap. Tulisan saya sebenarnya bukan mengkritik kebijakan pemerintah tetapi lebih menekankan ke mindset perubahan positive yang harus kita bangun dari mulai diri kita sendiri. Kita tidak bisa mengandalkan perubahan dari atas jika kita sendiri belum berubah... Terimakasih atas masukan yang sangat berharga semoga dunia pendidikan kita kedepannya akan semakin maju, meskipun kenyataan sekarang sangat memprihatinkan dengan adanya pandemi yang berkepanjangan...
ReplyDelete