Skip to main content

Home is Where Everything Begins

Hari ini makin gemas rasanya dan akhirnya tidak tahan menegur dengan nada tinggi ke anak2 yang sedang asyik bermain.

Hari Minggu, seperti biasanya anak2 asyik menikmati waktu libur mereka bermain bersama teman2, menciptakan kenangan masa kecil yang menyenangkan. Saya sengaja memberikan sedikit kebebasan waktu untuk mereka bergaul dan bereksplorasi di lingkungan sekitar rumah. Bersepeda, kejar2an, petak umpet, main pasar2an, mencari capung, belalang, main dengan kucing dan masih banyak aktivitas menyenangan lainnya yang saya amati.

Kadang bahkan saya bebaskan anak2 bersama teman2 mereka bermain di dalam rumah, walaupun rasanya berisik sekali, apalagi rumah pasti seperti kapal pecah... mereka berebut mainan, buku, melihat ikan, baca buku2, nonton film atau video edukasi yang sudah saya siapkan untuk hiburan sekaligus media belajar mereka, atau bermain peran dengan boneka atau puppets theatre buatan kami. Setidaknya itu kegiatan mereka yang saya amati di rumah saya.

Kadang sepulang bermain anak2 cerita barusan nonton film yang menakutkan di rumahnya bla bla bla... Duh, bagaimana ini anak2 kok disuguhi film horor?! Nonton sinetron saja tidak saya perbolehkan, sekalipun sinetron cerita anak2...
Belum lagi cerita kalau di rumah bla bla bla mainan tab, buka google...
Duuuuh... Padahal di rumah anak2 harus selalu ditemani saat buka internet...

Pukul dua belas siang lebih, anak2 masih asyik bermain di rumah tanpa menyadari sudah waktunya makan siang. Saya selalu ingat dulu ibu saya menanamkan untuk selalu pulang makan siang di rumah betapapun asyiknya bermain di rumah teman, dan hal ini juga saya terapkan untuk anak2 saya, sebagai salah satu nilai kesopanan. Anak2 harus pulang saat terdengar adzan dhuhur untuk sholat di rumah dan sekaligus makan siang dengan keluarga di rumah. Hal ini membuat anak belajar nilai kedisiplinan sekaligus kesopanan :)

Jam makan siang sudah lewat tetapi anak2 masih asyik bermain peran. Saya ingatkan mereka sudah makan siang belum, tapi jawaban mereka belum lapar... Duuuuuh... mau kasih mereka makan siang tapi lauknya gak cukup banyak untuk anak2 walau jumlahnya 'cuma' enam orang... Nah ini maksud ibu saya ternyata... hehehe...

Terdengar ribut suara mereka beradu pendapat seakan2 semuanya sebagai sutradara film. Ckckckckck...

"Aku mau menikah ya!" teriak salah satu anak, dan disambut anak yang lain, "Iya, kamu menikah, sama bla bla bla ya..."
"Aku nggak mau sama bla bla bla, soalnya hitam!"
Duh, ini anak...

Percakapan semakin ramai dan mereka mencari bunga sampai mendandani teman mereka bak pengantin ala princess.

"Kamu kasih bunga ini ya, bilang kamu cintaku" teriak salah seorang anak.
"Trus aku baru asyik begini ya, kamu jadi Reva, aku jadi Boy, trus aku punya pacar lagi ya, trus kamu pura2nya mau bercerai ya... trus didorong ya... trus... trus... bla bla bla"

Saya hanya mencoba mengulur kesabaran sejenak, sampai akhirnya...

Mendengar skenario peran mereka mulai ngaco bak sinetron lokal, makin gemes dan tidak tahan untuk berteriak,

"Apa itu mainannya kok kayak sinetron?? Kebanyakan nonton sinetron itu! Sinetron itu jelek, ngajarin bertengkar, ngajarin bla bla bla..." saya terus ngomel jengkel, tidak seperti biasanya bisa sekuat tenaga menahan emosi...

"Udah berhenti mainannya kalo kayak gitu! Mainan sekolah2an aja kan bagus, siapa yang jadi guru, lainnya jadi murid, atau mainan restoran2an, pesan makanan, atau apa gitu, kan juga menyenangkan, daripada mainan drama sinetron..." fiuuuuuuuuh... astaghfirullah...

Baru kemarin saya ikut menandatangani petisi di change.org tentang sinetron yang tidak layak tayang, eh memangnya ada sinetron yang layak tayang???

Dari kejadian hari ini, saya belajar bahwa menjadi orang tua adalah sebuah amanah yang besar, tingkah laku anak mencerminkan bagaimana kita mendidiknya dari dalam rumah, ya...

Saya sadar ketika saya emosi, anak akan belajar juga bagaimana menghadapi masalah dengan emosi juga... Mari belajar menahan diri, sabar itu ilmu tingkat tinggi :D

Mari bekali diri kita dengan ilmu parenting untuk menjadi orang tua yang lebih baik, karena semua dimulai dari dalam rumah...

Orang tua menjadi teladan anak2 mereka. Mereka tidak butuh kata2, teriakan, atau omelan, mereka butuh keteladanan...

Mari ibu2, kalau belum bisa lepas dari sinetron, kurangi sedikit2 nontonnya... Ceritanya tidak sedahyat efeknya...

Mari kita introspeksi diri, karena anak2 pasti tidak pernah gagal meniru...

Jauhkan kotak sampah itu dari jangkauan anak2 pleaseeeee...


Comments

Popular posts from this blog

Manfaatkan Masa Mudamu dengan Cerdas, Wake Up Young Generations!

Here I'm going to write at a glance about you, young generations, the youth of the nation... This writing is especially dedicated for my students :)

Pesan Buat Seluruh Umat Manusia : The Meaning of Life (Subtitle Indones...

Saya menemukan video ini dari share salah seorang teman di facebook. Stop and think. Mari luangkan waktu sebentar untuk menonton video ini, jika kita ingin lebih menyadari untuk apa kita hidup di dunia... You Only Live Once?!

Pelajar dan Ponsel Pintar

          Perkembangan zaman semakin pesat seiring dengan makin canggihnya ponsel pintar (smart phone) dengan berbagai fungsi yang ditawarkan. Kini, ponsel pintar bukan merupakan barang langka yang hanya dimiliki oleh kalangan tertentu saja. Hampir semua orang sudah memiliki ponsel pintar, termasuk para pelajar SD, bahkan anak-anak balitapun sudah menerima bekas ponsel pintar orang tua mereka karena beberapa alasan, disamping untuk menghibur si anak agar tidak rewel dan juga kebutuhan orangtua memiliki ponsel yang lebih canggih mengikuti perkembangan teknologi. Para balita tersebut biasanya menjadi sangat asyik menonton konten apapun yang disajikan di media sosial. Balita tersebut tidak akan rewel jika sudah ada ponsel pintar di tangannya, sehingga orangtua maupun pengasuh akan tenang dan kesibukannya tidak terganggu kerewelan si balita. Kita banyak menjumpai anak-anak kecil berkumpul bermain dengan teman-teman mereka namun masing-masing hanya sibuk dengan...