Hari ini, banyak perempuan terlihat cantik dengan gaun kebaya mereka. Gemerlap warna warni kebaya dari yang klasik sampai modern, dengan make up yang menambah keanggunan mereka. Mereka merayakan hari ini dengan ceremonial berpakaian tradisional, termasuk saya.
Hari ini, mengapa mereka terlihat lebih cantik?
Hari ini 21 April, Indonesia memperingati hari lahirnya seorang perempuan yang dalam sejarah telah memberikan kontribusi yang besar terhadap kaum perempuan di Indonesia untuk lebih berperan dalam emansipasi wanita. Bukan hanya kaum laki-laki saja yang bisa berprestasi...
Kita bisa melihat perkembangan zaman sekarang, cita-cita R.A Kartini sudahkah tercapai? Apakah yang dimaksud dari kalimat "Habis gelap terbitlah terang"...
Kaum perempuan adalah tonggak segalanya, kemajuan suatu bangsa berangkat dari bagaimana perempuan di dalamnya berperan. Bagaimana tidak? Seorang laki-laki yang sukses pasti di belakangnya ada perempuan yang hebat yang setia mendampingi dan mengabdi untuknya, melahirkan putra-putrinya, mengasuh mereka, mendidik mereka, menjadi madrasah bagi anak-anak mereka, menjadi pelita dalam keluarga.
Sadarkah kita bahwa semuanya berangkat dari keluarga...
Sebagai renungan untuk kita semuanya para perempuan Indonesia, mengenai emansipasi wanita...
Apakah itu berarti perempuan Indonesia harus mampu berprestasi di luar rumah?
Apakah emansipasi wanita sama dengan menjadi wanita karier?
Mari kita sejenak melihat sekeliling kita, banyak perempuan yang bekerja, menghabiskan waktu mereka hampir atau bahkan tiga perempat hari mereka di dunia kerja...
Dunia kerja yang sudah seperti rumah kedua mereka, dengan banyak tugas yang menguras tenaga dan pikiran mereka, dengan pergaulan dunia kerja yang akrab antara laki-laki perempuan, yang jika kebablasan itu merupakan sebab banyaknya angka perceraian...
Sementara itu keluarga hanya mendapatkan sisa waktu dan tenaga, padahal tugas itulah yang utama karena perempuan tidak akan bisa lepas dati kodratnya dia juga berperan sebagai ibu rumah tangga, menjadi istri dan ibu dari anak-anak mereka...
Kodrat luar biasa yang melekat pada perempuan, yang membuat mereka mulia tanpa ada emansipasi wanita sekalipun...
Semuanya berangkat dari keluarga...
Semua perempuan itu cantik, yang membedakan kecantikan mereka sesungguhnya adalah kecantikan hatinya, yang mampu menyalakan semangat dirinya untuk menjadi penerang dalam keluarganya, menjadi istri sholekhah dan ibu yang bisa menjadi teladan untuk anak-anak mereka...
Emansipasi wanita itu...
Bukan mengenai pakaian kebaya yang glamor, gemerlap warna warni dengan make up yang cantik...
Bukan mengenai high heels yang mampu kau kenakan di dunia kerja...
Emansipasi wanita adalah saat wanita itu bisa menjadi perempuan yang cerdas dalam mengatur, mengendalikan dirinya sendiri, memberikan manfaat untuk keluarga dan orang-orang di sekitarnya...
"Banyak hal yang bisa menjatuhkanmu. Tapi, satu-satunya hal yang benar-benar dapat menjatuhkanmu adalah dirimu sendiri!"
-R.A Kartini
Hari ini, mengapa mereka terlihat lebih cantik?
Hari ini 21 April, Indonesia memperingati hari lahirnya seorang perempuan yang dalam sejarah telah memberikan kontribusi yang besar terhadap kaum perempuan di Indonesia untuk lebih berperan dalam emansipasi wanita. Bukan hanya kaum laki-laki saja yang bisa berprestasi...
Kita bisa melihat perkembangan zaman sekarang, cita-cita R.A Kartini sudahkah tercapai? Apakah yang dimaksud dari kalimat "Habis gelap terbitlah terang"...
Kaum perempuan adalah tonggak segalanya, kemajuan suatu bangsa berangkat dari bagaimana perempuan di dalamnya berperan. Bagaimana tidak? Seorang laki-laki yang sukses pasti di belakangnya ada perempuan yang hebat yang setia mendampingi dan mengabdi untuknya, melahirkan putra-putrinya, mengasuh mereka, mendidik mereka, menjadi madrasah bagi anak-anak mereka, menjadi pelita dalam keluarga.
Sadarkah kita bahwa semuanya berangkat dari keluarga...
Sebagai renungan untuk kita semuanya para perempuan Indonesia, mengenai emansipasi wanita...
Apakah itu berarti perempuan Indonesia harus mampu berprestasi di luar rumah?
Apakah emansipasi wanita sama dengan menjadi wanita karier?
Mari kita sejenak melihat sekeliling kita, banyak perempuan yang bekerja, menghabiskan waktu mereka hampir atau bahkan tiga perempat hari mereka di dunia kerja...
Dunia kerja yang sudah seperti rumah kedua mereka, dengan banyak tugas yang menguras tenaga dan pikiran mereka, dengan pergaulan dunia kerja yang akrab antara laki-laki perempuan, yang jika kebablasan itu merupakan sebab banyaknya angka perceraian...
Sementara itu keluarga hanya mendapatkan sisa waktu dan tenaga, padahal tugas itulah yang utama karena perempuan tidak akan bisa lepas dati kodratnya dia juga berperan sebagai ibu rumah tangga, menjadi istri dan ibu dari anak-anak mereka...
Kodrat luar biasa yang melekat pada perempuan, yang membuat mereka mulia tanpa ada emansipasi wanita sekalipun...
Semuanya berangkat dari keluarga...
Semua perempuan itu cantik, yang membedakan kecantikan mereka sesungguhnya adalah kecantikan hatinya, yang mampu menyalakan semangat dirinya untuk menjadi penerang dalam keluarganya, menjadi istri sholekhah dan ibu yang bisa menjadi teladan untuk anak-anak mereka...
Emansipasi wanita itu...
Bukan mengenai pakaian kebaya yang glamor, gemerlap warna warni dengan make up yang cantik...
Bukan mengenai high heels yang mampu kau kenakan di dunia kerja...
Emansipasi wanita adalah saat wanita itu bisa menjadi perempuan yang cerdas dalam mengatur, mengendalikan dirinya sendiri, memberikan manfaat untuk keluarga dan orang-orang di sekitarnya...
"Banyak hal yang bisa menjatuhkanmu. Tapi, satu-satunya hal yang benar-benar dapat menjatuhkanmu adalah dirimu sendiri!"
-R.A Kartini
Sebuah renungan untuk diri... saya kutip dari tulisan di facebook Alit M. G. Damaringrat:
Hari kartini.
Anda menghormati Kartini? Anda merayakan hari Kartini?
Coba uji, apa yang kita tahu tentang Kartini. Apa yang kita pahami tentang emansipasi?
Kita menghormati Kartini, namun patut disayangkan bahwa kita menghormati Kartini secara keliru. Tiap tanggal 21 April kita bernyanyi lantang "Ibu kita Kartini, putri sejati, putri Indonesia, harum namanya, pendekar kaumnya." Lalu bersoleklah kaum perempuan dengan sanggul, kain dan kebaya. Bersanggul dan berkain kebaya tentu bagus dan enak dipandang. Tetapi meng identikkan Kartini dengan sanggul dan kain kebaya sungguh menyempitkan makna perjuangan Kartini.
Busana seperti itu justru dikecam oleh Kartini sebagai kurungan feodalisme. Tulis Kartini, "Mengapa perempuan dikekang dengan aturan harus berbusana begini begitu? Mana mungkin kita maju kalau main badmintonpun harus bersanggul dan berkain kebaya?" Secara sinis ia menyebut "Perempuan cantik bersuntingkan kembang cempaka layu pada kondenya." Dalam bukunya berjudul Een Vergeten Uitboekje Kartini menulis simbolisme sarkastis, "ayolah nona ayu, jangan nampak begitu sayu, mentari secumil itu takkan mengubah warna kulitmu... Apa pula gunanya payung kecil genit yang kau bawa bawa itu?".
Kartini berobsesi memajukan perempuan bukan melalui busana dan upacara. Sama sekali bukan! Obsesi Kartini adalah memajukan kaum perempuan dengan buku, yaitu agar anak perempuan suka membaca buku! Kartini melihat teman teman Belandanya di Jepara maju dan pandai karena banyak membaca. Oleh karena itu ia ingin agar para perempuan Indonesia juga suka dan banyak membaca. Kartini sendiri melahap ribuan novel dan esei di perpustakaan Jepara. Baik karya pengarang Belanda maupun karya pengarang Eropah lainnya yang di terjemahkan ke dalam bahasa Belanda. Buku pavoritnya adalah De Kleine Johannes, Moderne Maagden, De Wapens Neergelegd, Hilda van Suylenburg, De Vrow en Sociaalisme, dan Max Havelaar.
Bagaimana cara Kartini meningkatkan minat baca kaum perempuan Indonesia? Kartini melakukannya dengan cara menulis sebanyak banyaknya. Dalam hidupnya sesingkat 25 tahun ia menulis ratusan novel, reportase, puisi, esei, nota, dan surat. Semuanya dalam bahasa Belanda yang sempurna.
Sungguh ironis bahwa kita mengaku menghormati Kartini namun tidak mengenal buku bukunya. Yang kita kenal hanyalah "Habis Gelap Terbitlah Terang". Tapi itupun hanya sebatas judulnya. Cobalah jujur bertanya, pernahkah kita membaca buku itu?
Habis Gelap Terbitlah Terang, sebenarnya memuat hanya sebagian dari buku aslinya yang berjudul Door Duisternis tot Licht yang terbit tahun 1911, tujuh tahun setelah kematian Kartini. Isinya adalah 105 pucuk surat yang diedit dari ratusan surat pribadi kepada teman temannya. Buku ini cepat meluas di Belanda karena simpati masyarakat pada cita cita Kartini. Penyebaran buku ini dibiayai oleh banyak Gereja, yayasan, dan juga sumbangan dari ratu kerajaan. Hasil penjualan itu dipergunakan untuk membangun sekolah sekolah Kartini di Indonesia? Buku inipun diterbitkan di Amerika, Rusia, Spanyol, dan Tiongkok.
Judul "Habis Gelap Terbitlah Terang" dipetik dari lagu Gereja Belanda "Daar is uit's werelds duistere wolken een licht der lichten opgegaan" (ZB 593),
Kartini adalah pendekar, pejuang emansipasi. Tapi ia bukan pendekar busana, melainkan pendekar sastra. Perjuangannya bukanlah agar perempuan suka berkain kebaya, melainkan suka membaca.
~Dr Andar Ismail, penulis buku laris Seri Selamat terbitan BPK Gunung Mulia
Hari kartini.
Anda menghormati Kartini? Anda merayakan hari Kartini?
Coba uji, apa yang kita tahu tentang Kartini. Apa yang kita pahami tentang emansipasi?
Kita menghormati Kartini, namun patut disayangkan bahwa kita menghormati Kartini secara keliru. Tiap tanggal 21 April kita bernyanyi lantang "Ibu kita Kartini, putri sejati, putri Indonesia, harum namanya, pendekar kaumnya." Lalu bersoleklah kaum perempuan dengan sanggul, kain dan kebaya. Bersanggul dan berkain kebaya tentu bagus dan enak dipandang. Tetapi meng identikkan Kartini dengan sanggul dan kain kebaya sungguh menyempitkan makna perjuangan Kartini.
Busana seperti itu justru dikecam oleh Kartini sebagai kurungan feodalisme. Tulis Kartini, "Mengapa perempuan dikekang dengan aturan harus berbusana begini begitu? Mana mungkin kita maju kalau main badmintonpun harus bersanggul dan berkain kebaya?" Secara sinis ia menyebut "Perempuan cantik bersuntingkan kembang cempaka layu pada kondenya." Dalam bukunya berjudul Een Vergeten Uitboekje Kartini menulis simbolisme sarkastis, "ayolah nona ayu, jangan nampak begitu sayu, mentari secumil itu takkan mengubah warna kulitmu... Apa pula gunanya payung kecil genit yang kau bawa bawa itu?".
Kartini berobsesi memajukan perempuan bukan melalui busana dan upacara. Sama sekali bukan! Obsesi Kartini adalah memajukan kaum perempuan dengan buku, yaitu agar anak perempuan suka membaca buku! Kartini melihat teman teman Belandanya di Jepara maju dan pandai karena banyak membaca. Oleh karena itu ia ingin agar para perempuan Indonesia juga suka dan banyak membaca. Kartini sendiri melahap ribuan novel dan esei di perpustakaan Jepara. Baik karya pengarang Belanda maupun karya pengarang Eropah lainnya yang di terjemahkan ke dalam bahasa Belanda. Buku pavoritnya adalah De Kleine Johannes, Moderne Maagden, De Wapens Neergelegd, Hilda van Suylenburg, De Vrow en Sociaalisme, dan Max Havelaar.
Bagaimana cara Kartini meningkatkan minat baca kaum perempuan Indonesia? Kartini melakukannya dengan cara menulis sebanyak banyaknya. Dalam hidupnya sesingkat 25 tahun ia menulis ratusan novel, reportase, puisi, esei, nota, dan surat. Semuanya dalam bahasa Belanda yang sempurna.
Sungguh ironis bahwa kita mengaku menghormati Kartini namun tidak mengenal buku bukunya. Yang kita kenal hanyalah "Habis Gelap Terbitlah Terang". Tapi itupun hanya sebatas judulnya. Cobalah jujur bertanya, pernahkah kita membaca buku itu?
Habis Gelap Terbitlah Terang, sebenarnya memuat hanya sebagian dari buku aslinya yang berjudul Door Duisternis tot Licht yang terbit tahun 1911, tujuh tahun setelah kematian Kartini. Isinya adalah 105 pucuk surat yang diedit dari ratusan surat pribadi kepada teman temannya. Buku ini cepat meluas di Belanda karena simpati masyarakat pada cita cita Kartini. Penyebaran buku ini dibiayai oleh banyak Gereja, yayasan, dan juga sumbangan dari ratu kerajaan. Hasil penjualan itu dipergunakan untuk membangun sekolah sekolah Kartini di Indonesia? Buku inipun diterbitkan di Amerika, Rusia, Spanyol, dan Tiongkok.
Judul "Habis Gelap Terbitlah Terang" dipetik dari lagu Gereja Belanda "Daar is uit's werelds duistere wolken een licht der lichten opgegaan" (ZB 593),
Kartini adalah pendekar, pejuang emansipasi. Tapi ia bukan pendekar busana, melainkan pendekar sastra. Perjuangannya bukanlah agar perempuan suka berkain kebaya, melainkan suka membaca.
~Dr Andar Ismail, penulis buku laris Seri Selamat terbitan BPK Gunung Mulia
Temanggung, 21 April 2016
Comments
Post a Comment